Peluk

Peluk

Pasti aku telah lalai berkepanjangan… Melupakan bahwa sebuah pelukan bisa sangat mengobati.

Memeluk bisa jadi adalah menunjukkan emosi, mengungkapkan gairah, … keinginan untuk juga meresapkan hangat dari dan pada pasangan. Tetapi dewasa ini, ketika usia pernikahan mulai beranjak tinggi (akan 5 tahun kami Februari nanti), aku mendapati harapan yang lain yang bisa dipenuhi sebuah pelukan.

Aku telah biasa berkejaran dengan waktu. Ketika tidak berlari, aku menuntut hakku. Segala hal jadi sangat diperhitungkan. Padahal bahagia bisa saja lahir dari hal-hal kecil yang ngga harus ditagih tetapi sudah tersedia, tinggal dinikmati. Itu melelahkan, karena seringnya kudipatahkan oleh waktu dan prasangka. Aku. Aku. Semua berpusat pada ego. Keinginan. Yang seringnya malah bukan kebutuhan.

Entah pada hari pernikahan yang keberapa… pada malam melepas lelah yang mana… Di saat yang sunyi senyap tapi aku terjaga, kesadaran itu datang. Semua yang sudah ada di bawah atap rumah mungil kami, apa lagi kurangnya? Semua cukup. Walaupun sofa 2-seaters idaman belum jadi dibeli. Tapi makan tak susah, bisa berebah kala lelah,… Tubuh utuh bisa bekerja, bisa main sama anak. Dia juga sehat. …

Keinginan-keinginan yang tiada habisnya itu munculnya di kepala, dan hati yang masih terus penasaran. Aku bersembunyi dari kejarannya di balik jangkau peluk pasangan. Meredakan ego sendiri.

Leave a comment